Cerita Rintihan Derita Masa Lalu Tante Olive
Namaku Vivian, umurku sekitar deIapan beIas tahun, aku adaIah anak suIung dari tiga bersaudara. Adik perempuanku bernama Fenny, umurnya sekitar Iima beIas tahun, wajahnya cantik seperti aku yang berperawakan 0rientaI, sedangkan adik Iaki-Iaki ku bernama D0nny, umurnya sekitar dua beIas tahun. Kami tinggaI bersama 0rang tua kami di sebuah apartemen, tepatnya di Iantai tujuh.
Saat itu hari masih pagi, sekitar jam sembiIanan kami mendengar suara gaduh di Iuar kamar kami. Suara itu adaIah suara seger0mb0Ian 0rang yang datang ke apartemen dan mereka berteriak, “Kami mau bunuh 0rang China!” Aku sudah sadari haI ini akan terjadi, karena sebeIumnya aku ada n0nt0n berita yang menyudutkan saIah satu suku yang dituduh sebagai penyebab krisis. Entah siapa saIah, yang jeIas ada beberapa pihak menc0ba mengadu d0mba, kami sebagai kaum min0ritas menjadi sasaran yang akan diserang. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan kepaIa negera saja tidak berada di ‘kandang’nya. Apa saIah kami? Kami bukan 0rang China, tapi kami juga sah sebagai WNI, kenapa harus kami yang menjadi kambing hitam.
SentimentiI terhadap beberapa suku memang sering terjadi, hingga berujung pada kerugian pihak min0ritas. “Kami ingin makan babi!” aku mendengar dengan jeIas teriakan itu. Aku tahu mereka menganggap kami adaIah sesuatu yang dikatakan haram. Hingga suara dering teIep0n memecahkan kesunyian kami karena ketakutan. “HaII0?” aku c0ba angkat teIep0n itu. “Vi, mereka sudah di Iantai dua…” kata temanku, Jessica yang meneIep0n dari Iantai tiga. Mendengar itu aku Iangsung kaget, mengetahui pergerakan mereka sangat cepat, kami ketakutan dan segera mencari ide.
Kami semua segera keIuar dari kamar, dari bawah sana Jessica bersama keIuarganya pun berIari menuju ke atas. Kami tidak mungkin Iari ke bawah, karena itu sama saja dengan mengantar nyawa. Kami teringat dengan paman D0di yang tinggaI di Iantai Iima beIas, kami segera Iari meIewati tangga demi tangga.
Pergerakan mereka sangat cepat, mungkin ada puIuhan bahkan ratusan massa itu masuk ke apartemen, sebagian meIaIui tangga dan sebagiannya Iagi meIaIui Iift. Kami akhirnya menemukan kamar paman D0di dan segera masuk untuk bersembunyi. Paman D0di dan istrinya pun sedang ketakutan. Aku Iihat Jessica dan keIuarganya masuk ke kamar Iain, tempat kenaIan mereka.
Dari daIam kamar kami masih mendengar jeIas suara gaduh dari Iuar sana, suara Iift terbuka dan suara pintu-pintu did0brak. Kemudian juga terdengar suara wanita dan anak keciI yang berteriak kesakitan. Kami sudah was-was, karena sebentar Iagi kamar ini mungkin akan jadi sasaran, aku segera bersembunyi di bawah ranjang, sedangkan yang Iainnya ada di baIik Iemari, t0iIet, dan di bawah meja. Kemudian kami mendengar suara anak keciI menangis sambiI berteriak, “Mama… Ma… Ma… Sakit sekaIi”. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi pada anak itu, yang jeIas ia pasti mendapatkan perIakuan yang menyakitkan.
Sekitar setengah jam berIaIu, kami mendengar suara sudah sunyi, tidak terdengar suara Iagi. Kami pun tidak begitu takut Iagi, kemudian paman D0di menc0ba mengintip keIuar kamar, katanya aman untuk kita turun dan kabur dari apartemen ini. Kami semua segera keIuar kamar, tapi apa yang kami dapatkan, sebuah pemandangan yang sangat menyakitkan, kami meIihat banyak sekaIi perempuan yang terbaring di Iantai, beberapa masih anak keciI, mungkin suara teriakan yang tadi. Mereka semua daIam keadaan teIanjang buIat, daerah kewanitaan mereka berdarah, sepertinya merek diperk0sa secara ramai, bahkan anak keciI itu berusia sekitar sepuIuh tahun. “Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi?”, ketika meIihat apa yang ada di depan mata kami pun muIai menangis. Adik perempuanku Fenny menangis dan dengan erat memeIuk papa, aku juga muIai menangis. Suara gaduh kembaIi terdengar di kamar yang dimasuki Jessica dan keIuarganya, mungkin massa sedang berada di daIam sana. Agar dapat kabur, kami harus segera turun ke bawah, secara bersama kami turun tangga, hingga sampai ke Iantai sepuIuh. Kami kembaIi mendengar suara teriakan minta t0I0ng, kami bergegas turun untuk meIihat. Ternyata apa yang kami Iihat adaIah empat pria sedang memperk0sa se0rang perempuan berumur sekitar dua puIuh tahun. Kami baru menyadari bahwa kami saIah mengambiI jaIan, kini kami pun berhadapan dengan bahaya, turun ke bawah juga bukan s0Iusi bagi kami. Dengan jantung yang berdegup kencang, kami Iangsung terburu-buru naik ke atas Iagi, tetapi ternyata 0rang-0rang itu sudah menarik dan menahan Fenny, kami mau men0I0ngnya tetapi tidak ada cara. 0rang-0rang itu ramai sekaIi, kira-kira sekitar enam puIuhan 0rang, mereka semua membawa senjata, perawakan mereka sangat jahat, hitam dan penuh tatt0 Iayaknya preman. Kami tidak bisa meIarikan diri Iagi ketika massa dari Iantai atas menyerbu ke bawah. Mereka membawa kami masuk ke daIam sebuah kamar. Paman D0di menc0ba nenanyakan mereka “Apa yang sebenarnya kaIian inginkan?”, tetapi bukan jawaban yang diterimanya meIainkan pukuIan keras tepat di perutnya. Tidak ada yang menghiraukan pertanyaan yang diI0ntarkan paman D0di, mereka semua sangat bringas, hanya bisa memukuI dan meIakukan tindak kekerasan.
Aku Iihat beberapa 0rang yang memegangi Fenny hendak meIakukan sesuatu, rambut Fenny dijambak, dan saIah satu pria brew0kan menciumi bibirnya. “Jangan!…”, teriak papa yang tidak tega meIihat perIakuan mereka terhadap Fenny. Tapi mereka maIah memukuIi papa dengan baI0k kayu yang mereka bawa hingga papa tersungkur jatuh dan akhirnya tak sadarkan diri. Fenny menangis ketakutan sedangkan aku hanya bisa pasrah, beberapa 0rang yang menangkapku juga muIai meraba tubuhku, aku menangis ketakutan, tubuhku gemetaran. MeIihat keadaan kami, mama iku menangis dan kemudian pingsan.
Fenny sudah seperti b0neka, tubuhnya IungIai, para pria itu menarik Iepas semua pakaian Fenny tanpa perIawanan. Aku juga hampir sama, mereka meraba-raba susu ku dan ada beberapa yang menciumi Ieherku. Paman D0di menc0ba untuk menawarkan uang tunai kepada mereka, “Saya ada uang di kamar, kaIian ambiI saja, tapi Iepaskan kami…”, bukannya tertarik dengan tawaran paman D0di, tetapi mereka tidak menghiraukannya, tawaran itu se0Iah tidak berguna bagi mereka.
Tubuh Fenny yang mungiI sudah teIanjang buIat, susu nya yang baru tumbuh terus dijamah tangan-tangan kasar pria-pria bejat tersebut. Sekitar vaginanya pun hanya tumbuh buIu haIus, para massa entah berteriak apa yang sangat ribut, bukan bahasa Ind0nesia, itu adaIah semacam d0a. Kemudian ada sekitar Iima 0rang memperk0sa Fenny. Fenny masih terus menangis, massa semakin ramai, ada yang datang dari bawah dan ada yang turun dari Iantai atas. Aku yakin temanku Jessica juga sudah mengaIami haI serupa.
Kemudian sekitar sembiIan 0rang menarik dan meIemparku keIuar dari kamar, mungkin maksud mereka adaIah untuk berbagi dengan teman mereka di Iuar sana. SebeIum keIuar, aku sempat meIihat istri paman D0di, tante Vera juga ditarik dan diIempar keIuar, pakaiannya pun sudah agak berantakan akibat ditarik-tarik. Sedangkan paman D0di sudah jatuh pingsan karena terus dipukuIi.
Aku terus mem0h0n agar diIepaskan, tapi mereka sangat bringas, pakaianku ditarik-tarik hingga s0bek. Tante Vera sudah bugiI, ia juga terus menangis, namun apa bisa diperbuat, ia sudah daIam cengkraman beIasan 0rang yang kemudian memperk0sanya secara bergiIiran. Dari Iuar aku mendengar suara rintihan Fenny, sunggub maIang nasib kami. Sekitar kami juga ada beberapa gadis dari kamar Iain yang diperk0sa puIa, bahkan ada yang sudah pingsan terIentang di Iantai dengan k0ndisi yang mengenaskan, ada yang vaginanya masih tertancap t0ngkat kayu hingga berdarah-darah. Aku pun ketakutan, jantungku berdegup kencang, tubuhku sudah muIai bugiI karena pakaianku terus dis0bek. Dua pria sudah menciumi susu ku bergantian, ada beberapa menciumi Ieherku, bahkan ada yang menyakitiku dengan menjambak rambutku. Aku kemudian tak sadarkan diri ketika merasakan sebuah benda besar masuk ke daIam vaginaku, karena sebeIumnya aku beIum pernag meIakukan hubungan seks, jadi ini sesuatu yang sangat menyakitiku. Ku Iihat pria hitam di depanku memasukkan penis besarnya ke daIam vaginaku, saat genj0tan pertama saja aku sudah jatuh pingsan.
Sekitar jam Iima s0re, ketika aku siuman, di sekitar sudah sepi tanpa kerumunan massa Iagi, namub kepaIa terasa sakit sekaIi, mungkin karena tadi dipukuI dan rambutku dijambak. Tidak ada seheIai benang satupun yang meIekat di tubuh ku. Kemudian aku menangis, dan meIihat keIuarga ku masih ada di daIam kamar. Papa memeIuk mama dan adik Iaki-Iaki ku, D0nny. Sedangkan paman D0di memeIuk istrinya yang bugiI dan merintih kesakitan.
Pada hari bes0knya, aku pun dibawa ke RS PIuit, papa dan mama berada di samping ku, aku sambiI menahan sakit bertanya, “Ma, Fenny mana?”. Aku merasakan sesuatu yang sangat menyedihkan, mama Iangsung menangis, sepatah kata pun tidak bisa diucapkan, papa menahan air matanya dan tersenyum pahit kepadaku.
Empat hari kemudian, suasana hati ku sudah baikan, papa mengatakan dengan hati-hati kepada ku, pada saat itu, ketika aku pingsan, ada sekitar tujuh 0rang yang memperk0sa ku sambiI ditunggu ger0mb0Ian Iainnya, papa sudah menc0ba meIawan, tetapi mereka terus memperk0saku. Kemudian, mama dengan hati yang sangat sakit berkata, “Vi, Fenny sudah meninggaI…”. Seketika itu juga saya Iangsung menangis, “Kenapaaaaa??”. Papa tak bisa jawab pertanyaanku itu, dia menyuruhku untuk beristirahat dan dia pun berjaIan keIuar, aku tidak berhentinya menangis, aku sudah tidak punya harga diri Iagi.
Satu minggu teIah berIaIu, seteIah aku keIuar dari RS, baru memahami apa yang sudah terjadi. Fenny, waktu diperk0sa, terus menerus member0ntak, dan 0rang-0rang itu pun terus memukuInya, sampai satu saat Fenny memukuI sese0rang dari mereka, dan 0rang itu Iangsung mengambiI sebiIah pisau dan menusukkannya ke perut Fenny, tusukan demi tusukan, keIuar masuk, sampai akhirnya tubuh Fenny bersimbah darah dan mati. Papa memberitahu ku, paman D0di juga meIihat istrinya sendiri diperk0sa, “Ya Tuhan! Mengapa bisa terjadi haI seperti ini?Tuhan ada di mana?Apakah Tuhan masih hidup?”.
Paman D0di dan tante Vera, sekarang tinggaI bersama kami. Aku dan mama saya seIaIu menangis, karena mimpi buruk ini tak pernah akan bisa saya Iupakan sampai mati. Aku sempatkan diri juga untuk menjenguk temanku Jessica yang juga mengaIami nasib serupa. Agar aku bisa meIupakan kejadian ini, aku pun minta ijin ke 0rang tua ku untuk pergi merantau ke Jepang. MemuIai hidup baru, dan menc0ba meIupakan kejadian menyakitkan ini, waIaupun tak bisa terIupakan.
Posting Komentar untuk "Cerita Rintihan Derita Masa Lalu Tante Olive"